Tepat di usianya yang ke-20 tahun, album klasik tersebut dirilis kembali dalam format piringan hitam oleh Disaster Records, Snakecharm Records, dan Samstrong Records.
Sampah Dunia Ketiga merupakan salah satu album klasik Extreme Decay yang pernah dirilis oleh Extreme Souls Production (ESP) di tahun 2002. Kala itu masih berformat kaset dan CD-R dalam jumlah terbatas. Semua materi musik di album tersebut direkam oleh Extreme Decay di Natural Studio (Surabaya), selama satu hari penuh pada bulan April 2001.
Sampah Dunia Ketiga lahir mengiringi eksistensi Extreme Decay yang lagi “bandel-bandelnya”. Bersama formasi klasik – Afril (vokal), Ravi (gitar), Yuda (bass), dan Eko (drum) – yang sedang berada pada usia dan enerji terbaiknya. Keempatnya masih muda dan lajang. Keras kepala dan meluap-luap. Sedikit agak nekat dan ceroboh. Juga ngotot memegang teguh spirit do-it-yourself serta sikap fuck-the-world dengan gayanya masing-masing.
“Rekaman Sampah Dunia Ketiga ya di studio Natural, pakai live recording. Kalau ada yang salah ya ulang lagi dari awal. Pokoknya sehari kudu kelar waktu itu!” kenang Eko. “Perangkat rekamannya masih analog banget. Saya saja saat itu masih belajar take drum pakai metronom…”
Versi awal album itu masih memakai foto colongan dari internet untuk desain sampulnya. Konon katanya terinspirasi sama imej sampul Need To Control-nya Brutal Truth. Dengan kejujuran yang polos, mereka menulis “Front picture stolen from Countingdays Poster” pada kreditnya. Suatu hal lumrah yang sering dilakukan band-band underground pada zaman itu yang tumbuh bersama revolusi internet gelombang pertama.
“Sekarang kita ganti pakai sampul yang baru dan orisinil…” ungkap Afril tentang desain sampul Sampah Dunia Ketiga versi reissue. “Iya, kalau desain yang baru ini aku garap sendiri. Konsep dasarnya ya tetap sama kayak yang dulu. Pakai foto yang aku olah sendiri di rumah,” tambah Ravi yang selalu menangani lini desain grafis Extreme Decay.
Sampah Dunia Ketiga total memuat 26 lagu dalam durasi 30-an menit saja. Dibangun dalam fondasi musik grindcore tradisional yang tegas serta mengakar pada irama punk/crust yang kuat di banyak sisi. Itu tak lepas dari konsumsi Napalm Death, Terrorizer, Brutal Truth, hingga album-album punk/hardcore klasik yang digandrungi para personelnya.
Kalau tema liriknya sudah jelas dan lugas. Hampir semuanya menggugat isu sosial dan politik dalam kacamata warga dunia pinggiran. Mengurai third world problems yang dirasakan oleh generasi binaan rezim Orde Baru di negara yang baru saja terjangkit sindrom pasca reformasi – yang kemudian mulai muak dengan segala euforia dan omong kosong tentang demokrasi, hak asasi manusia, serta pemerintahan yang adil dan beradab.
Extreme Decay juga merekam ulang lagu “Terror Reign” (Regurgitate) dan “Condemned System” (Terrorizer) di album ini. Kelak, kedua lagu tersebut juga “melancong” lebih jauh menjadi bagian dari rilisan album tribut bagi Regurgitate dan Terrorizer yang dipasarkan secara internasional oleh label rekaman asing.
Album itu juga turut mewarnai kancah underground secara umum di kota Malang pada rentang awal tahun 2000-an. Di mana mulai ada secercah cahaya pada aktifitas bermusik di irama ekstrim – setelah sebelumnya hidup di era “kegelapan” yang minim wawasan, referensi, serta akses informasi. Munculnya gejolak anak muda yang mulai lihai merayakan ekspresi sekaligus merespon zaman. Tumbuh kembangnya etos kerja kolektif dan berjejaring. Dipacu oleh aktifitas rekaman dan label minor, gigs dan tur mandiri, zine dan dialog tongkrongan, juga distro dan clothing line. Berbalut nyali pemuda usia duapuluhan yang di-gaspol. Tanpa banyak kepentingan maupun gimmick.
Tepat di tengah masa itu pula Sampah Dunia Ketiga lahir dan menempuh takdirnya dalam momentum yang pas. Extreme Decay kemudian mendapatkan ekspos dan respon yang lebih besar setelah merilis album tersebut. Bahkan sering disebut kalau Sampah Dunia Ketiga adalah album yang cukup esensial dan turut menginspirasi peradaban musik grindcore di Indonesia.
Setelah 20 tahun, Sampah Dunia Ketiga sekarang dirayakan dan dilahirkan kembali dalam formatnya yang baru. Album ini dirilis ulang dalam wujud piringan hitam ukuran 12” melalui kerjasama tiga label rekaman sekaligus: Disaster Records, Snakecharm Records, dan Samstrong Records. Semua materi lagunya juga di-mastering ulang oleh Yobbi Ananta di Grim Studio (Jakarta).
Vinyl edisi spesial 20th Anniversary ini dikemas dalam gatefold plus memuat bonus stiker, poster, woven patches, serta liner notes yang ditulis Samack. Vinyl yang hanya dicetak terbatas sebanyak 100 kopi ini dipatok seharga Rp.420.000,- dan beredar luas mulai tanggal 1 September 2022. Sesi pre-order dibuka pada tanggal 26-31 Agustus 2022 melalui tiga label rekaman tadi. Mereka juga menyediakan paket bundling serta aneka merchandise edisi spesial perayaan 20 tahun Sampah Dunia Ketiga.
Dua dekade pasca Sampah Dunia Ketiga, ternyata masalah pokok yang terjadi di sekitar kita ternyata masih tetap saja. Nyatanya kondisi dunia ketiga belum juga berubah. Masih saja penuh dengan sampah, yang malah makin menggunung dan membusuk. Itu mungkin yang bikin musik grindcore maupun Sampah Dunia Ketiga bakal terus relevan untuk didengarkan sampai hari ini.
Selamat merayakan Sampah Dunia Ketiga di negeri yang belum baik-baik saja!
0 Komentar